Thursday, August 26, 2010

Terhimpit Beratnya Hidup, Mau Jual Ginjal

kakek ini sudah tak memiliki alternatif untuk bisa mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari dan mengobati sang istri.
Saat para calon walikota-wakil walikota Surabaya menghamburkan uang dalam rangka kampanye Pilkada, warga Surabaya Iksan Dago (61) berniat menjual salah satu organ tubuhnya, ginjal.
Ironis memang. Iksan mengaku tak punya pilihan lain. Utangnya banyak. Tercatat lebih dari Rp 22 juta, jumlah bagi seorang miskin. Ia tak tahu lagi bagaimana harus melunasinya. Sementara untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari pun kekurangan. Nasi akin menjadi santapan pengganjal perut.

Di rumah kos berukuran 2x2,5 meter persegi ia harus merawat istrinya, Sriatun (56), yang mengidap komplikasi berbagai penyakit sejak tahun 1985. Hartanya habis untuk membiayai pengobatan istrinya. Kartu jamkesmas yang dimilikinya tak lagi ia gunakan karena ia tak sanggup menebus biaya obat dan ongkos transportasi.

Mantan pedagang nasi ini merasa sudah putus asa. Bahkan ia sendiri tak tahu berapa harga ginjalnya. Ia hanya berharap hasil penjualan ginjalnya tersebut bisa untuk menutup utang dan sebagian lainnya sebagai modal usaha.
Iksan mengaku di usianya yang sudah uzur ini tak mau dibebani utang. Ia takut utang itu terbawa mati. Ide menjual ginjal ini didapatkannya saat menonton sebuah sinetron di televisi.

Untuk menopang hidupnya sehari-hari, Iksan mengaku mengemis secara halus. Ia mengharapkan imbalan atas sesuatu yang dilakukannya. Misalnya, ia membawakan barang belanjaan orang di pasar atau menjaga barang saat pemiliknya ke kamar kecil. Hasilnya tentu ala kadarnya karena ia tak pernah memaksa yang dibantunya memberikan imbalan.

Nasib kakek ini mendapat perhatian para siswa dan SMA Ta'miriyah di kota tersebut. Siswa TK dan SMA itu spontan mengumpulkan dana dengan meminta sumbangan ke warga dan warga sekitar yang ada di dekat sekolah mereka di Jalan Indrapura.
"Ini adalah bentuk solidaritas kami terhadap penderitaan Iksan Dalgo salah satu warga Surabaya yang luput dari perhatian pemerintah," kata Pembina Osis SMA Ta'Miriyah Romadhan kepada wartawan di sela-sela aksi simpati, Kamis (27/5) seperti dikutip detiksurabaya.com.
Romadhan mengungkapkan, Iksan merupakan potret buram masyarakat Kota Surabaya hidup dalam kemiskinan di tengah hinggar bingar. Dalam aksi simpatik kali ini, sekolah Ta'miriyah menyampaikan ke masyarakat menjual organ tubuh bukan solusi tetapi dengan kepedulian dan saling berbagi itulah solusi sejati.

Selain siswa sekolah, kepedulian datang dari seorang calon walikota belakangan. Sriatun oleh tim kampanye calon walikota ini ke RS Islam untuk memperoleh perawatan. Calon ini pun memberikan sedikit uang untuk menopang kehidupan sang kakek ini.
Anehnya, pemerintah sendiri seperti menutup mata dan telinga. Hingga berita ini ditulis belum ada pejabat pemerintah yang peduli dengan kasus ini. Minimal menjenguk pun tidak. Ini tentu bertolak belakang dengan jargon yang digembar-gemborkan selama ini bahwa pemerintah akan menanggung biaya kesehatan warga miskin. Mana?

Potret Iksan dan keluarganya kian menunjukkan wajah penguasa yang sebenarnya. Mereka tidak mengabdi kepada rakyat. Mereka berkuasa demi kepentingan diri dan kelompoknya. Rakyat hanya dijadikan tunggangan untuk berkuasa.
Wajah-wajah putus asa seperti Iksan ini tersebar luas di Indonesia. Mending ia masih mau bertahan hidup, sebagian yang lain memilih bunuh diri karena tak sanggup menangggung derita hidup.

Inilah hasil sebuah sistem yang rusak. Kapitalisme-sekuler terbukti tidak memanusiakan manusia. Saatnya sistem ini dikubur dalam-dalam dan digantikan dengan sistem Islam.[] my

0 komentar:

Post a Comment